Jakarta | tipikal.com – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Dirjen Bina Keuangan Daerah telah menerbitkan surat bernomor 900.1.1/227/SJ tanggal 16 Januari 2025 yang menegaskan ketentuan penganggaran gaji bagi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) paruh waktu serta dasar pemutakhiran klasifikasi, kodefikasi, dan nomenklatur. Surat ini merespons dinamika yang terjadi terkait keberadaan pegawai non-ASN di daerah.
Dalam surat tersebut, Kemendagri menekankan bahwa Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengalokasikan pendanaan untuk gaji pegawai non-ASN yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal ini merujuk pada surat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Nomor B/5993/M.SM.01.00/2024 tanggal 12 Desember 2024 mengenai penganggaran gaji bagi pegawai non-ASN.
Namun demikian, bagi pegawai non-ASN yang tidak terdaftar dalam pangkalan data Badan Kepegawaian Negara (BKN) tetapi masih mengikuti proses seleksi sebagaimana dimaksud dalam surat Menpan-RB tersebut, pengalokasian dan pembayaran gaji tetap dapat dilakukan. Ketentuan ini membuka peluang bagi honorer kategori R2 dan R3 yang sebelumnya telah dirumahkan untuk kembali mendapatkan haknya.
Menanggapi kebijakan ini, Aliansi Honorer Nasional (AHN) menyambut baik keputusan Kemendagri. Adiba, salah satu anggota AHN, menyatakan bahwa surat ini menjadi angin segar bagi honorer R2 dan R3 yang sebelumnya mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Surat Kemendagri ini bisa menjadi dasar untuk menyelamatkan honorer R2/R3 yang sudah di-PHK. Sebab, nantinya mereka akan dialihkan ke PPPK paruh waktu,” ujar Adiba.
Lebih lanjut, Adiba menegaskan bahwa instansi di seluruh daerah sebaiknya tidak merumahkan honorer dengan alasan efisiensi anggaran. Menurutnya, instruksi Presiden Prabowo Subianto mengenai efisiensi anggaran lebih difokuskan pada pengurangan belanja seremonial dan perjalanan dinas, bukan untuk memberhentikan tenaga honorer yang masih dibutuhkan.
Dengan terbitnya surat ini, pemerintah daerah, termasuk di Kota Payakumbuh, perlu segera menyesuaikan kebijakan penganggaran untuk mengakomodasi ketentuan baru ini. Payakumbuh sendiri masih mengandalkan tenaga honorer di berbagai sektor pelayanan publik, sehingga implementasi aturan ini menjadi krusial dalam menjaga stabilitas layanan masyarakat.
Diharapkan pemerintah daerah segera melakukan pemetaan ulang pegawai non-ASN yang terdampak serta memastikan proses seleksi PPPK paruh waktu berjalan dengan transparan dan adil. Selain itu, keterlibatan instansi terkait dalam mendukung peralihan status honorer ke PPPK paruh waktu menjadi kunci utama dalam keberhasilan implementasi kebijakan ini. (*)