Mantan Wali Kota Riza Falepi Tanggapi Isu Tapal Batas dan Pembangunan Pasar Payakumbuh

- Jurnalis

Jumat, 10 Oktober 2025

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Payakumbuh | tipikal.com — Isu batas wilayah antara Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota kembali mengemuka dan menjadi sorotan publik di kawasan Luak Limopuluah. Persoalan ini dinilai sangat penting karena menyangkut kepastian administrasi pemerintahan, pengelolaan sumber daya alam, serta pemberdayaan masyarakat yang harus berlandaskan pada hukum dan kearifan lokal.

Mantan Wali Kota Payakumbuh dua periode, H. Riza Falepi, ST, MT, Dt. Rajo Kaampek Suku, turut memberikan pandangannya terhadap isu yang kembali hangat tersebut. Menurutnya, pembahasan mengenai batas daerah bukanlah hal baru, karena sudah dibicarakan sejak masa kepemimpinannya dan melibatkan berbagai instansi pemerintah.

Sejak saya menjabat, persoalan batas daerah ini sudah beberapa kali dibicarakan. Kami telah berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, serta para Bupati yang menjabat di Kabupaten Lima Puluh Kota, baik Bupati Irfendi Arbi maupun Bupati Safaruddin Dt. Bandaro Rajo,” ujar Riza Falepi, Jumat, (10/10/2025) di Payakumbuh.

Ia menjelaskan, persoalan batas daerah ini sebenarnya sudah pernah mencapai kesepakatan antara Wali Kota Josrizal Zain dan Bupati (alm) Alis Marajo. Saat itu, kedua pihak telah menyetujui sebanyak 32 titik batas wilayah yang menjadi acuan administratif antara Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Namun, Riza mengungkapkan, setelah dilakukan pemetaan ulang dengan teknologi digital, hasilnya menunjukkan bahwa luas wilayah Kota Payakumbuh mengalami penyusutan sekitar 4 kilometer persegi, dari semula 80 km² menjadi sekitar 76 km². Kondisi ini sempat menjadi perhatian serius karena berpotensi memengaruhi data kependudukan dan tata kelola wilayah.

Saya menerima titik-titik patok itu sudah diteken oleh kedua belah pihak. Tinggal menghubungkan titik-titik antarpatok dengan garis sesuai kondisi lapangan. Namun, garis tersebut tidak boleh menggeser 32 titik batas yang sudah disepakati,” jelas Riza.

Ia menambahkan, penarikan garis batas wilayah tidak bisa dilakukan sembarangan karena harus menyesuaikan kondisi geografis di lapangan. Garis batas, kata Riza, biasanya mengikuti batas alami seperti sungai, jalan, atau topografi daerah yang menjadi pembeda alami antara dua wilayah administrasi.

Selain itu, penetapan batas juga harus mempertimbangkan batas adat antar nagari yang telah disampaikan oleh para niniak mamak. Sebab, batas adat di Minangkabau memiliki nilai historis dan sosial yang diakui masyarakat jauh sebelum terbentuknya batas administratif pemerintahan.

Beberapa batas yang tidak sesuai itu ada di wilayah sekitar Payakumbuh dan Tanjung Pati, Limbukan dan Piladang, serta beberapa titik lain. Saya sempat protes ke Kemendagri dan Pemprov karena titik-titik tersebut tidak sepenuhnya mencerminkan batas adat yang disampaikan niniak mamak,” terangnya.

Riza menilai, persoalan batas wilayah ini tidak hanya soal peta, tetapi juga menyangkut identitas dan rasa memiliki masyarakat terhadap tanah ulayatnya. Oleh sebab itu, penyelesaiannya perlu pendekatan kultural yang melibatkan tokoh adat, alim ulama, dan cerdik pandai, bukan hanya diskusi teknis antarpemerintah.

Upaya penyelesaian masalah tapal batas tersebut, lanjut Riza, kembali ia dorong bersama Bupati Safaruddin Dt. Bandaro Rajo di awal masa jabatannya. Bahkan keduanya sempat dijadwalkan menghadiri rapat di Kemendagri untuk membicarakan penegasan batas daerah secara formal.

Namun, karena Bupati berhalangan hadir, pembahasan itu belum dapat dilanjutkan hingga menghasilkan keputusan final. “Dalam surat panggilan dari Kemendagri disebutkan, apabila salah satu kepala daerah tidak hadir, maka dianggap menyetujui hasil kesepakatan yang akan diambil. Tapi waktu itu Bupati Safaruddin mungkin karena baru beberapa hari dilantik, sehingga tidak bisa hadir,” ujar Riza.

Riza berharap persoalan ini bisa segera diselesaikan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di lapangan. Menurutnya, kejelasan batas wilayah sangat penting untuk perencanaan pembangunan, pelayanan publik, dan penyusunan kebijakan yang tepat sasaran.

Selain membahas isu batas wilayah, Riza juga menyinggung pembangunan Pasar Payakumbuh yang sempat menjadi salah satu program prioritas di masa kepemimpinannya. Ia menuturkan bahwa sejak lama dirinya sudah menilai bangunan pasar lama tidak lagi layak karena sudah lapuk dan berisiko menimbulkan kebakaran.

Waktu itu saya sudah mengingatkan, atap dan loteng pasar sudah tidak layak. Saya ingin pasar baru yang lebih modern, aman, dan nyaman bagi pedagang serta pengunjung. Tapi malah muncul isu bahwa saya mau membakar pasar, padahal Damkar kita selalu cepat bertindak saat ada kejadian,” ujarnya.

Dalam paparannya, tak luput Riza juga memberikan perhatian lebih dan memperkuat Damkar dengan meremajakan armada berikut personilnya.

Riza menjelaskan, pada tahun 2016 telah muncul gagasan untuk membangun pasar baru dengan sumber dana dari APBN, bahkan telah disiapkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai dasar hukumnya. Namun, program itu tidak berjalan karena adanya penolakan dari sebagian pihak yang belum memahami konsep tersebut secara menyeluruh.

Kalau pakai dana APBN, pedagang tidak akan terbebani harga toko yang mahal. Tapi kalau pakai investor, harga kios bisa tinggi dan urusan dengan nagari jadi rumit. Saya sebenarnya malu ke Kementerian Perdagangan karena proyek ini akhirnya batal,” ungkapnya.

Menanggapi kebakaran Pasar Blok Barat Payakumbuh yang terjadi baru-baru ini, Riza menyampaikan rasa duka dan empati kepada para pedagang yang terdampak. Ia berharap pemerintah kota di bawah kepemimpinan Wali Kota Zulmaeta dapat segera mencarikan solusi yang tepat dan berpihak kepada masyarakat kecil.

Semoga Pak Wali kita bisa mencarikan solusi yang adil, harga toko terjangkau, dan pedagang bisa kembali berdagang dengan nyaman. Termasuk memperhatikan fasilitas seperti parkir, drainase, dan sarana pelayanan pasar lainnya,” tutur Riza.

Sebagai penutup, Riza menegaskan bahwa solusi ideal untuk pembangunan pasar ke depan adalah dengan kembali mengupayakan dukungan pendanaan dari pemerintah pusat (APBN). Menurutnya, langkah ini lebih efisien dan tidak membebani pedagang.

Kuncinya adalah perencanaan yang matang dan duduk bersama semua pihak pemerintah, pedagang, hingga niniak mamak. Karena pembangunan yang baik tidak bisa berjalan sendiri,” pungkasnya. (tpk)

Berita Terkait

Cabuli Anak 7 Tahun, Seorang Pria Diciduk Polisi
Polres Payakumbuh Ungkap Penyebab Sementara Kebakaran Pasar: Api Terbuka Jadi Pemicu
Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 dan HUT ke-80 Sumatera Barat Digelar di Payakumbuh
Pemko Kukuhkan Pajacombo Lab, Wadah Ekonomi Kreatif Payakumbuh
HPCI Paliko Chapter Gelar Musyawarah Chapter, Robby Muchsis Terpilih Jadi Ketua Baru
Pemko dan Kejari Payakumbuh Sepakat Perkuat Penanganan Hukum Perdata dan TUN
GOW Payakumbuh Salurkan Rp14 Juta Bantuan untuk Korban Kebakaran Blok Barat
Dirut BPR Syariah Al Makmur dan Pelaku Usaha Ikut Bantu Pedagang Korban Kebakaran Pasar Payakumbuh
Tag :

Berita Terkait

Jumat, 10 Oktober 2025 - 08:08 WIB

Mantan Wali Kota Riza Falepi Tanggapi Isu Tapal Batas dan Pembangunan Pasar Payakumbuh

Senin, 6 Oktober 2025 - 14:26 WIB

Cabuli Anak 7 Tahun, Seorang Pria Diciduk Polisi

Senin, 6 Oktober 2025 - 11:56 WIB

Polres Payakumbuh Ungkap Penyebab Sementara Kebakaran Pasar: Api Terbuka Jadi Pemicu

Rabu, 1 Oktober 2025 - 06:57 WIB

Upacara Hari Kesaktian Pancasila 2025 dan HUT ke-80 Sumatera Barat Digelar di Payakumbuh

Sabtu, 27 September 2025 - 07:02 WIB

Pemko Kukuhkan Pajacombo Lab, Wadah Ekonomi Kreatif Payakumbuh

Berita Terbaru

Wali Kota Payakumbuh

Payakumbuh Pertahankan Gelar Juara Umum Kejurprov Gymnastics Sumbar 2025

Rabu, 8 Okt 2025 - 05:33 WIB

Wakil Wali Kota Payakumbuh

Wawako Elzadaswarman Ajak LAKAM Bangkitkan Kembali Nilai Adat Minangkabau

Rabu, 8 Okt 2025 - 05:23 WIB