Lima Puluh Kota | tipikal.com — Upaya seorang wartawan untuk memperoleh data publik dari Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota kembali menemui hambatan. Dendi, jurnalis yang tengah menjalani tugas jurnalistiknya dalam pengumpulan data terkait pekerjaan proyek di Dinas Kesehatan, terpaksa mengajukan permintaan resmi melalui PPID Diskominfo, Kesbangpol dan Dinas Kesehatan setelah proses konfirmasi langsung ke dinas tersebut mengalami kebuntuan.
Data yang diminta berkaitan dengan pekerjaan proyek di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota. Sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP), informasi terkait perencanaan dan pelaksanaan program merupakan informasi wajib tersedia setiap saat.
Komunikasi Berulang, Jawaban Tak Pasti
Dendi sebelumnya telah mencoba mengonfirmasi langsung kepada Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan, Wilda Reflita. Namun, setiap kali dihubungi melalui pesan WhatsApp, jawaban yang diterima selalu serupa: “Sedang rapat, nanti saya hubungi kembali.”
Upaya melalui panggilan telepon juga tidak membuahkan kepastian. Wilda mengarahkan agar Dendi datang langsung ke kantor dinas untuk memperoleh informasi yang dimaksud.
Janji Tidak Ditepati, Pernyataan Pejabat Berbeda-Beda
Pada Rabu (17/11/2025), Dendi mendatangi Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Lima Puluh Kota sebagaimana arahan Plt Kadis. Namun saat ditemui, Wilda menyampaikan bahwa ia harus terlebih dahulu melaporkan permintaan tersebut kepada Sekretaris Daerah sebelum bisa memberikan data.
Situasi semakin membingungkan ketika Sekretaris Dinas Kesehatan, Deni Hendra Suryadi, justru menyatakan bahwa keputusan terkait pemberian data sepenuhnya berada di tangan Plt Kadis. Perbedaan informasi ini mengindikasikan lemahnya koordinasi internal di lingkungan dinas.
Wilda sendiri tampak ragu mengambil keputusan setelah berkomunikasi dengan Sekda melalui telepon. Keraguan tersebut memperpanjang proses yang seharusnya sederhana.
Cerminan Lemahnya Implementasi Keterbukaan Informasi
Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya implementasi prinsip keterbukaan informasi publik di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota. Data yang tergolong terbuka justru tidak dapat diakses secara cepat sebagaimana mandat Pasal 7 dan Pasal 11 UU KIP.
Padahal, PPID Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki tanggung jawab memastikan hak publik atas informasi terpenuhi dan proses pelayanan informasi berjalan efektif. Keterlambatan dan inkonsistensi di tingkat perangkat daerah berpotensi menurunkan kepercayaan publik serta membuka ruang bagi berbagai bentuk penyimpangan dalam pengelolaan anggaran.
Pakar kebijakan publik dari Universitas Andalas menilai bahwa proses yang berbelit dapat menjadi indikator minimnya komitmen transparansi.
“Jika pejabat ragu memberikan informasi yang sifatnya terbuka, itu menunjukkan bahwa budaya transparansi belum berjalan dengan baik.”
Desakan Evaluasi untuk Pemerintah Daerah
Masyarakat dan pemerhati transparansi berharap Komisi Informasi Provinsi Sumatera Barat dapat mengambil langkah tegas terkait kendala ini. Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota juga didorong untuk mengevaluasi perangkat daerah yang tidak konsisten dalam menerapkan aturan keterbukaan informasi publik.
Lembaga pengawas anggaran daerah menegaskan bahwa proses penundaan informasi yang seharusnya terbuka dapat menimbulkan dugaan adanya ketidakwajaran dalam pengelolaan proyek.
Transparansi Adalah Kewajiban
Kasus yang dialami wartawan ini menegaskan bahwa transparansi bukanlah pilihan, melainkan kewajiban badan publik. Ketika akses informasi dipersulit, bukan hanya pekerjaan jurnalistik yang terdampak, tetapi juga hak masyarakat luas untuk mengetahui penggunaan anggaran dan pelaksanaan program pemerintah.
Selama proses keterbukaan informasi masih tersendat, cita-cita mewujudkan pemerintahan yang akuntabel dan transparan akan sulit terwujud. (*)






