Oleh: Riza Falepi, ST.MT, Dt. Rajo Kaampek Suku (Wali Kota Payakumbuh Periode 2012-2022) Caleg DPR-RI Dapil Sumbar 2
Jakarta — Setelah melakukan perjalanan ke berbagai daerah, Anies makin disambut di setiap jengkal tanah Indonesia. Boleh dikatakan saat ini dia adalah Presiden de facto Indonesia. Persoalannya kita membutuhkan Presiden resmi, dan itu belum tentu pilihan rakyat, apalagi saat ini pemerintah sedang berusaha mencari lawan sebanding dari Anies. Semua cara tentu akan dilakukan oleh mereka yang merasa punya power untuk itu.
Pada saat bersamaan lawan-lawan Anies makin jauh tertinggal. Lawan terdekat seperti GP sudah diangkat-angkat lewat survey-survey, sebenarnya nggak ngangkat anagkat banget. Terbukti sambutan ketika ia berkeliling tidak semeriah Anies. Ini menunjukkan perbedaan yang jauh dengan hasil survey yang katanya tinggi. Bisa jadi diduga hasil survey sebenarnya jauh di bawah itu.
Tukang survey bisa dibayar, namanya juga orang cari uang, mana ada tukang survey yang nggak pakai sulap-sulap dikit kalau bayarannya bagus. Fakta tersebut bisa memperlihatkan pada kita bahwa kalau hasil survey GP sejalan dengan kemeriahan seperti halnya Anies tentu akan sangat meriah kalau ia turun, tapi ini malah berbeda. Konon kabarnya survey realnya di tingkat nasional hanya sekitar di angka 12 persen. Nah, kalau GP saja segitu apalagi capres yang lain tentu di bawah itu lagi.
Indikator lebih lanjut adalah pertemuan LBP dan SP di London, tidak bukan dan tidak lain adalah bagaimana LBP membujuk SP untuk menghentikan gerak Anies yang sudah seperti bola salju. Melihat masa yang begitu membesar dari hari ke hari membuat orang ring satu penguasa tersebut perlu membujuk SP untuk berhenti. Namun faktanya SP tidak berhenti, malah makin melaju kencang dengan sosialisasi ke daerah daerah. Bisa disimpulkan belum ada yang bisa menahan SP untuk tidak bergerak.
Fenomena lain adalah para pasukan nasi bungkus dan buzzer yang dulunya sangat hebat dan mampu menyerang tiap cuitan lawan sampai sampai lawan tidak berkutik, hari ini mati gaya. Mati gaya karena beberapa hal, pertama karena apa yang mereka sampaikan tidak masuk akal, orang bilang mau bohong itu yang agak cantik lah, kedua cuitan buzzer yang tak ditanggapi netizen, ibarat pepatah anjing mengonggong kafilah berlalu, ini sungguh menyedihkan, dan terakhir para buzzer udah nggak dianggap karena memang nggak ada lagi yang bisa dibanggakan. Data-data tidak bisa dibanggakan seperti hutang, proyek mangkrak, apalagi penegakan hukum bahkan hancur semua, lalu mau apa yang akan ditulis? Persoalan keadilan telah robek di negara ini.
Para politisi saat ini hanya tinggal menunggu waktu yang tepat kapan bergabung dengan Anis, sementara rakyat sudah lama bergabung. Persoalannya di kalangan penguasa masih ada yang merasa berkuasa, mampu mengancam secara halus maupun kasar bagi mereka yang oposan. Kasus terakhir dengan banyaknya pengurus NU yang ditangkap APH dengan tuduhan korupsi, maupun mereka yang berseberangan, ini tentu mengusik keadilan kita. Tapi penulis yakin ini hanya masalah waktu, selain NasDem PKS dan Demokrat, yang lain sudah bergerak diam-diam mendukung Anies, kalau nggak siap-siap partainya ditinggal rakyat atau pemilihnya. Kalau rasa adil sudah terusik, biasanya sejarah sudah membuktikan beberapa kali di negeri ini tanpa mendahului yang di atas tentu akan makin dekatnya perubahan.
Kalangan para pebisnis pun sudah enggan memarkir uangnya di Indonesia, kuatir kalau-kalau rusuh tinggal cabut ke LN. Ini bisa dilihat dari indikator Rupiah yang semakin melemah terhadap USD, padahal harga komoditi lagi bagus bagusnya. Harusnya Rupiah menguat, kecuali kalau hasil penjualan komoditi diparkir di Singapore atau luar negeri. Inilah kenyataan bahwa pebisnis sudah hilang kepercayaan akibat lemahnya penegakan aturan dan amburadulnya tata hukum kita yang gampang ditabrak. Contoh terakhir adalah UU Cipta Kerja, bahkan rencana Presiden 3 periode pun digulirkan. Kondisi begini membuat pebisnis kehilangan kepercayaan dan pada akhirnya investasi gagal, dan lapangan kerja jauh berkurang, pengangguran yang naik tajam.
Hanya satu yang bisa menghentikan Anies, yaitu apabila penguasa berusaha mencari-cari salahnya Anies dan atau kemudian membuat rekayasa kesalahan seperti halnya menuduh Habib Rizieq dengan tuduhan yang bukan-bukan dan kemudian ditahan. Tapi ini sangat berisiko, ibarat api dalam sekam bisa sewaktu-waktu meledak dan akan menjadi revolusi. Semoga ini tidak terjadi, karena kita tahu revolusi belum tentu memuliakan rakyat seperti halnya reformasi 1998, tidak memberikan manfaat banyak bagi rakyat, malah makin lama makin dikuasai oligarki.
Semoga Allah SWT menurunkan pemimpin yang baik bagi umat dan bangsa Indonesia di tahun 2024, Wallahuallam. (*)