Payakumbuh, tipikal.com — Kepala Dinas Koperasi dan UKM Kota Payakumbuh Dahler geram saat menanggapi isu tendensius yang menyebutkan akan adanya rencana penggusuran pedagang kaki lima yang berjualan di Gang Balai Kota, tepatnya di samping Bank Nagari Cabang Payakumbuh.
Isu tersebut ditulis oleh seorang warga di akun media sosial miliknya. Pemilik akun yang bernama Arul Pratama menulis di akun facebooknya, Selasa (24/08) sehingga menimbulkan keresahan baik pedagang yang berjualan disana maupun netizen yang membacanya.
“Belum ada wacana di dinas untuk gusur-menggusur PKL disana. Secara aturan kalau masyarakat setempat (Labuah Baru-red) langsung menyampaikan komplain keberatan secara resmi terhadap keberadaan mereka, maka kita juga tidak bisa mempertahankan pedagang disitu. Dinas memang tidak menempatkan mereka berjualan, mereka ada secara alami saja disana berjualan sejak belasan tahun lalu,” kata Dahler kepada media, Rabu (25/08).
Sementara itu menurut Dahler, secara aturan PKL tidak melanggar peraturan daerah karena mereka tidak berjualan di badan jalan atau trotoar. Namun, mereka berjualan di gang yang berada di kawasan pasar, maka mereka dikenakan aturan perda kawasan pasar. Perda itu mengatur dari kawasan lampu merah Labuah Basilang hingga Tugu Adipura, termasuk sampai Simpang Benteng, maka mereka diwajibkan membayar retribusi K3 dan K5.
“Uang kebersihan yang dikutip oleh petugas trantib kita ini dari PKL masuk ke kas daerah,” ungkapnya didampingi Kabid Pasar Arnel dan Kasi Trantib Raback.
Tetapi, kata Dahler, apabila PKL menggelar dagangan di tepi jalan raya seperti jalan Sudirman atau berjualan di atas trotoar, ini baru bisa ditertibkan. Memang, kata Dahler, pada jam istirahat kawasan Gang Balai Kota itu padat karena aktivitas jual beli dan tentu ada kesulitan kendaraan roda 4 untuk lewat.
“Kami menghimbau, janganlah melemparkan isu-isu tak sedap seperti ini, kasihan kita PKL sudahlah penjualannya lesu akibat pandemi, diterpa pula dengan kabar yang tendensius seperti ini,” kata Dahler.
Siti Mailani (27), salahsatu PKL saat ditemui media mengaku usaha milik keluarganya telah dirintis sejak belasan tahun silam, artinya mereka sudah lama berjualan disini sebagai penyambung hidup mereka. Mereka berjualan dari pagi hingga senja dan pelanggan umumnya siswa sekolah dan orang-orang kantoran.
“Beberapa tahun lalu, jauh sebelum aturan melarang berjualan di tepi jalan Sudirman, kami sudah berjualan di kawasan ini. Kemudian, setelah adanya aturan ditetapkan Pemko Payakumbuh, kami pindah ke Gang Balai Kota ini,” ungkapnya.
Pedagangpun mengaku mereka cukup tahu diri, biasanya ada motor yang parkir di dekat dinding di tepi gang, mereka pasti menegur agar motornya dipindahkan, karena sempit menghalangi jalan. Selama ini, pedagangpun tidak ada permasalahan dengan warga setempat terkait akses lewat.
“Sampah kami juga yang membersihkan, sementara itu uang pungutan K3 dan K5 kami membayar ke Dinas Koperasi dan UKM yang dikutip petugas trantib pun tidak pernah ada permasalahan,” ungkapnya.
Menurutnya isu ini menyakitkan, kalaupun ada yang membuat mereka harus pindah, sementara pelanggan taunya mereka sudah biasa jualan disini, tentu mereka harus merintis lagi dari awal di lokasi lain.
“Kami akui tempat berjualan ini sangat strategis. Disini kami menyambung hidup, iba hati rasanya mendengar isu penggusur ini, karna selama ini rasanya kami tidak pernah melanggar aturan,” ungkapnya. (tpk)