Payakumbuh, tipikal.com — Pemerintah Kota (Pemko) Payakumbuh kian gencar dalam memerangi bentuk maksiat dan penyakit masyarakat (pekat). Jumat (30/07) 11 orang terdakwa pelanggar perda yang terjaring saat razia pekat dan maksiat yang dilaksanakan oleh tim 7 beberapa hari yang lalu disidangkan secara virtual di Ruang Ampangan.
Sidang pelanggar Perda tindak pidana ringan (tipiring) diajukan oleh Penyidik sekaligus kuasa jaksa Devitra, Ricky Z dan Alrinaldi. Sidang pada sesi satu dan dua dipimpin oleh Hakim Muhammad Risky Subardy SH, Panitera Hedrizal sedangkan pada sesi ketiga dipimpin oleh Hakim Oktavia Br. Sipayung SH, Panitera Hedrizal.
Sesi pertama menghadirkan terdakwa DM yang terbukti melanggar Pasal 15 Jo 6.A ayat (3) Perda Nomor 12 Tahun 2016, dimana Saat razia Tim 7 tanggal 28/07 malam diwarung tersebut didapati menyediakan dan menjual minuman keras yang tidak ada izin dari pemerintah. Dengan barang bukti berupa 2 buah botol bir, 1 botol minuman merek winsky, 4 buah gelas dan 1 buah teko kaca.
Setelah mendengarkan keterangan saksi-saksi dan penyidik, Hakim memutuskan terdakwa dijatuhi pidana denda sebesar 300 ribu rupiah atau kurungan selama tujuh hari dan tidak ada keberatan dari terdakwa.
Pada sesi kedua menghadirkan tiga terdakwa yaitu HG, NZ dan AU yang terbukti kedapatan sedang mengkonsumsi minuman keras jenis Winsky, Bir dan tuak saat razia Tim 7 tanggal 28/07 di salah satu warung di Kelurahan Balai Panjang, dan telah melanggar Pasal 15 Jo 6.A ayat (3) Perda Nomor 12 Tahun 2016.
Setelah mendengan keterangan saksi-saksi dan penyidik serta tidak ada keberatan dari para terdakwa, Hakim memutuskan kepada ketiga terdakwa dijatuhi pidana denda seberar 150 ribu rupiah atau kurungan penjara selama tiga hari.
“Hukum ini merupakan pembelajaran bagi para terdakwa dan diharapkan bisa memberi efek jera para pelaku, dan apabila sempat didapati lagi terbukti melakukan tindak pidana seperti ini maka akan diberikan hukuman yang lebih berat lagi,” kata Hakim Muhammad Risky Subardy SH.
Selanjutnya pada sesi ketiga yang dihadiri tujuh orang terdakwa, hakim menjatuhkan hukuman pidana denda 100 ribu rupiah atau pidana kurungan selama dua hari kepada enam terdakwa RP, DU, PR, DDP, DN dan AA.
Sedangkan untuk terdakwa NC karena telah melakukan pelanggaran berulang kali yaitu dua kali sebagai terdakwa penjual minuman keras tidak memiliki izin pemerintah dan yang ketiga kedapatan mengkonsumsi minuman keras jenis tuak dijatuhi hukuman pidana kurungan selama tujuh hari.
Ketujuh terdakwa tersebut terjaring saat razia tim 7 28/07 malam disekitaran pasar ibuh timur dengan barang bukti 2 teko berisi tuak, 2 bungkus tuak dan 6 buah gelas. Yang juga terbukti melanggar Pasal 15 Jo 6.A ayat (3) Perda Nomor 12 Tahun 2016 karena kedapatan mengkonsumsi minuman keras jenis tuak.
“Untuk terdakwa NC, ini merupakan sidang ke tiga yang dia jalani dimana dua kasus sebelumnya didakwa sebagai sebagai penjual minuman keras yang tidak memiliki izin dari pemerintah. Dan kepada terdakwa NC diberi waktu selama tujuh hari untuk melakukan banding, atau menerima hukumannya,” kata Hakim Oktavia Br. Sipayung SH.
Sementara itu Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Devitra mengatakan sidang secara virtual ini merupakan yang perdana dilakukan, karena saat ini kasus bencana non alam Covid-19 di Payakumbuh sedang meningkat.
“Walaupun dalam kondisi pandemi Penyidik Pol PP Kota Payakumbuh tetap melakukan penegakan hukum kepada pelanggar Perda yaitu dengan sidang secara Virtual,” ucapnya.
Devitra menjelaskan sepanjang jalannya sidang tidak ada keberatan dari terdakwa, serta terdakwa mengakui semua kesalahan dan menyesali perbuatannya kemudian berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
“Semoga hukuman ini memberi efek jera kepada terdakwa. Apabila dikemudian hari para terdakwa masih kedapatan mengulangi perbuatannya bagi penjual akan dicabut izin usahanya dan ditutup sedangkan yang mengkonsumsi akan diberikan hukuman yang lebih berat lagi,” pungkasnya. (tpk)