Payakumbuh, tipikal.com — DPRD Kota Payakumbuh serius untuk memberikan asistensi kepada Pemerintah Kota Payakumbuh untuk menyelesaikan permasalahan aset di kota randang tersebut. Langkah awal tahapan-tahapan penyelesaiannya sudah dimulai beberapa minggu yang lalu.
Kali ini, Hearing Panitia Khusus (Pansus) Aset DPRD Kota Payakumbuh bersama tokoh masyarakat yaitu para mantan wali kota dan wakil wali kota, mantan ketua dan anggota DPRD, dan mantan sekda Payakumbuh seperti Zul Amri, Hurisna Jamhur, Josrizal Zain, Fahmi Rasyad, Jendiral, Syamsul Bahri, Abdul Kahir, Asmadi Thaher, Irwandi, dan Aribus Madri itu digelar di Ruang Sidang Rapat Paripurna DPRD Kota Payakumbuh, Sabtu (29/05).
Dipimpin oleh Ketua Pansus Yendri Bodra Dt. Parmato Alam bersama Wakil Ketua Pansus Edward DF, Sekretaris Pansus Syafrizal, serta anggota DPRD lainnya seperti Suparman, Aprizal, Fahlevi Mazni, Isnet Harius dan Opetnawati.
Ketua Pansus YB. Dt. Parmato Alam menyampaikan tujuan hearing ini selain mempererat silaturahmi dan persatuan, juga menampung masukan dari masyarakat tentang aset Kabupaten Lima Puluh Kota yang masih berada di wilayah administrasi Pemerintah Kota Payakumbuh.
“Berawal dari diskusi dengan mantan Bupati Lima Puluh Kota dengan Partai/DPRD Kota Payakumbuh dalam rangka menyamakan persepsi tentang kelanjutan aset Lima Puluh Kota yang berada di Kota Payakumbuh. Segala masukan akan dijadikan referensi oleh Pansus DPRD untuk menindak lanjuti permasalahan aset Pemkab Lima Puluh Kota yang ada di Kota Payakumbuh. DPRD akan melakukan pendekatan persuasif dengan Pemkab Lima Puluh Kota untuk mencari solusi yang saling menguntungkan,” terang Politikus Golkar itu.
Fahmi Rasyad mantan Wali Kota Payakumbuh menyampaikan ketika dirinya memimpin dulu saat ulang tahun Kabupaten Lima Puluh Kota disarankan agar aset Lima Puluh Kota diserahkan ke Pemerintah Kota Payakumbuh. Namun terkendala karna rumit dan belum bertemunya kesepakatan antara kedua Pemda.
“Kalau terjadi perbedaan kepentingan, akan dilanjutkan penyelesaian ke yang lebih tinggi supaya ada payung hukumnya/aturan yang mengatur aset pemda. Seperti bisa diatur dengan peraturan tentang hibah, yang tidak ada ganti ruginya. Sehingga bisa dilakukan kerja sama bidang ekonomi, sosial budaya, atau lapangan terbuka hijau,” ujarnya.
Sementara itu, Josrizal Zain menyampaikan Kota Payakumbuh dan Kabupaten Lima Puluh Kota adalah satu. Salah satu target jika Payakumbuh dan Lima Puluh Kota disatukan dalam kolaborasi. Aset suatu daerah dapat dilihat dari pemanfaatannya untuk kepentingan masyarakat.
Dijelaskannya secara yuridis aset harus mempunyai payung hukum untuk menghindari permasalahan di kemudian hari. Sehingga dari aspek ekonomi aset diserahkan untuk kepentingan masyarakat tidak untuk kepentingan komersial. Bisa dilakukan dalam bentuk kerja sama.
“Malah dulu pernah dianggarkan oleh Pemko anggaran sebesar 8,3 M untuk penggantian aset tersebut, namun tidak juga berhasil. Sekarang kami sarankan untuk menyelesaikan ini harus dilanjutkan ke gubernur atau tingkat provinsi. Mengupayakan duduk bersama Pemko bersama tokoh Kabupaten Lima Puluh Kota, eksekutif, dan legislatifnya,” terang Josrizal.
Syamsul Bahri juga menyampaikan ada 3 masalah pokok tentang aset tersebut. Secara yuridis untuk menghindari masalah hukum, secara formal harus membuat kerjasama dengan eksekutif dan legislatif, sementara secara informal urusan dengan masyarakat Luak Limo Puluah itu sendiri.
“Kita harus mencari solusi untuk dimanfaatkan secara bersama. Menyelesaikan dengan baik ke tingkat yang lebih tinggi,” tuturnya.
Dari sisi Abdul Khahir menjelaskan kalau aset Pemkab Lima Puluh Kota yang berada di Kota Payakumbuh pernah akan disampaikan pada rapat di politani atas undangan Bupati Amri Darwis (alm-red) yang dihadiri oleh Abdul Khair (DPRD) dan Mahmuda Riva’i (Sekdako) beberapa tahun silam.
“Namun tidak terjadi kesepakatan karena ada perbedaan kepentingan sehingga kasus ini terus berlanjut. Upaya hukum harus diupayakan dengan diadakan duduk bersama pemerintah kota dan kabupaten tentang kelanjutan penggunaan aset. Setelah ada kesepakatan, pansus harus duduk bersama untuk mencari solusi,” ungkapnya.
Asmadi Thaher menyampaikan apresiasi terhadap DPRD atas pembentukan pansus. Bila bisa diselesaikan pada periode DPRD saat ini, bisa dinilai sebagai bentuk prestasi bagi DPRD. Dirinya memberi masukan kalau prinsip harus dikedepankan dengan mempelajari sejarah Kota Payakumbuh sejak 1970 silam.
“Jangan tunggu penyerahan aset dari Kabupaten Lima Puluh Kota. Kita harus berfikir positif dengan melanjutkan ini ke Kemendagri. Mengadakan lobi dan persuasif dengan eksekutif dan legislatif sehingga bisa memanfaatkan aset setelah ada kesepakatan. Jangan lupa melihat UU tentang aset (Kemendagri) yang terbaru, ini harus diamati,” tukuknya.
Irwandi menyampaikan permasalahan aset ini jangan dijadikan konstitusi publik. Dalam Permendagri Nomor 17 Tahun 2017 tentang kewenangan aset. Maka perlu pendekatan untuk mencari solusi aspek yuridis sudah ada aturan yang mengaturnya dan perlu orang yang berkompeten untuk menindak lanjutinya.
Pada aspek ekonomi pemanfaatan yang saling menguntungkan kedua belah pihak. Pada aspek sosial masyarakat ada rencana pemanfaatan setelah ada kesepakatan yang sesuai RTRW Kota Payakumbuh, dan anggarannya harus tersedia.
“Perlu konsekuensi dengan perjanjian dan waktu atau target yang telah ditentukan, sehingga kerjasama memang untuk kepentingan Luak Limo Puluah,” ujarnya.
Terakhir, mantan anggota DPRD Payakumbuh Aribus Madri menyampaikan proses penyelesaian masalah aset ini sudah dimulai sejak lama. Namun, belum ada singkronisasi antara pansus aset DPRD dengan Pemerintah Kota Payakumbuh, ini bisa menimbulkan salah persepsi dari pihak lain.
“Koordinasikan hasil kerja pansus dengan Pemerintah Kota Payakumbuh. Sehingga penyelesaian bisa dilakukan hanya di tingkat Kota/Kabupaten saja sesuai aturan permendagri. Harus ada lobi di partai politik kedua belah pihak,” ungkapnya. (rel)