Payakumbuh, tipikal.com — Wali Kota Payakumbuh Riza Falepi angkat bicara terkait adanya beberapa masalah pembangunan di Payakumbuh. Ada dua hal yang dibahas oleh Riza Falepi, yaitu Pembangunan GOR Type B dan Pengadaan Insinerator, Rabu (26/2).
Terkait dengan pembangunan GOR Type B yang berlokasi di Kelurahan Tanjuang Pauh melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar 12 Milyar lebih yang belum selesai hingga akhir tahun 2019, Riza menegaskan tidak ada unsur Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) disana. Setelah pihak rekanan diberi waktu tambahan 50 hari pelaksanaannya sampai 19 Februari 2020 ternyata proyeknya mangkrak atau tidak selesai.
“Sepanjang proyek mangkrak itu tidak ada unsur KKN dan sesuai dengan regulasi maka proyek yang mangkrak ini bukan berarti kriminal,” kata Riza.
Menurut Riza, apabila pekerjaan tidak diselesaikan maka pihak rekanan sudah pasti dikenakan sanksi. Aturannya sesuai Perpres Nomor 16 Tahun 2018 mengenai PBJ (Pengadaan Barang dan Jasa) dimana jaminannya itu dieksekusi, yang bersangkutan di black list dan pekerjaan akan dilanjutkan dengan dianggarkan pada tahun berukutnya.
Riza menegaskan dirinya tidak ingin melanggar regulasi yang berlaku, bahkan untuk kepentingan pembangunan pada umumnya, Riza mengambil beberapa kebijakan yang tidak melangggar aturan terhadap beberapa urusan proyek, itupun dilakukannya agar memperlancar urusan pembangunan di Payakumbuh.
“Saya tidak pernah minta-minta duit di proyek, apalagi melanggar dan keluar dari aturan,” tegas Riza.
Terkait masalah insinerator, Riza sudah menanyakan ke pihak Kementerian Lingkungan Hidup dan itu tidak ada persoalan, karena sudah memenuhi standar tertentu dan boleh dipasang untuk menggantikan Insinerator rumah sakit lama.
“Malahan insinerator kita sudah dites dan sudah disaksikan oleh pihak berwajib seperti Kejaksaan dan Kepolisian. Persoalannya, dibuat-buat seolah-olah semua orang merasa insinerator itu sangat berbahaya, padahal insinerator itu dirancang sedemikian rupa oleh para ahli untuk menahan zat berbahaya yang keluar dari asap itu, hasil pembakaran tidak dibuang sembarangan dan sangat safety,” kata Riza.
Ketika ditanya kepada Riza kenapa masalah insinerator menjadi rumit? Riza menduga ada yang memprovokasi di belakang itu.
“Sampah rumah sakit kalau tidak kita bakar, maka limbah rumah sakit terpaksa diurus oleh swasta, dimana lebih dari 50-60 juta mengurusnya selama sebulan. Ini adalah bisnis besar yang mereka itu bisa jadi tidak rela,” kata Riza Falepi.
“Saya menduga ada konspirasi disini, tapi saya tidak mau menuduh, saya baru menduga,” tegas Riza.
Sementara itu, Riza menyebut saat pembangunan insinerator arahan nya agar diproses sesuai aturan oleh direktur rumah sakit yang lama dan PPTK nya. Ternyata dalam perjalanan, pihak RSUD untuk mengganti insinerator memerlukan UKL-UPL dan mereka khilaf karena disana tidak melakukan UKL-UPL. Karena hanya mengganti dikiranya tidak perlu izin lingkungan, padahal tetap perlu karena spek alat berbeda dengan yang lama.
“Setelah itu karena tidak ada UKL-UPL nya akhirnya timbul masalah sementara insinerator sudah terbangun, dan ternyata juga ada beberapa masyarakat warga Bivak menolak dan mengajak warga lainnya menolak,” kata Riza.
Persoalan ini akhirnya baru diketahui oleh Riza Falepi, dan setelah diperiksa BPK maka Riza selaku wali kota diminta mencari jalan keluarnya.
“Sekarang dipindahkan kemana saja ditolak oleh semua warga dengan alasan yang tidak masuk akal, kalau memang ini persoalannya kita tidak ada solusi, kalau solusi tidak ada berarti warga Payakumbuh Yang sehari-hari menggunakan RSUD termasuk yang menolak tidak memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk persoalan ini, dimana hati nurani yang menolak itu? Anak kemenakannya berobat di rumah sakit tapi tidak mau menampung persoalan Rumah Sakit,” kata Riza.
Dijelaskannya, pembelian insenerator jelas tidak melalui tender di Payakumbuh, tapi melalui E-Katalog, artinya harga ditentukan dari pusat, Pemko tinggal menunjuk dan memilih barang yang dibeli.
“Terkait tuduhan banyak media terhadap korupsi insinerator ini, saya duga tergantung sudut pandang dan niatnya memandang, artinya harga ditenderkan di pusat semua dan berlaku diseluruh indonesia,” kata Riza.
Ditambahkan Riza, dengan mekanisme seperti ini peluang korupsi susah dicari. Sama seperti membeli mobil dinas, tidak perlu tender walaupun lebih dari 200 juta, cukup dengan membaca e-katalog, tinggal tunjuk barang dan membelinya.
“Pihak rumah sakit bukan tidak salah, tapi administrasi lingkungannya tidak bisa keluar karena ditolak warga dan sementara alat sudah berdiri. Di luar dari pada itu kalau ada anak buah saya yang KKN, saya tidak tahu dan tidak pernah melibatkan diri,” kata Riza. (*)